Tan sioe Djing (75) menggunakan kursi dengan anggota keluarganya datang dari Parakan, Temanggung menanti iring-iringan Biksu Thudong yang akan menjalani ritual Pindapata atau mengumpulkan sumbangan dari umat di kawasan Pecinan kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (10/5/2025). Prosesi Pindapata dilaksanakan dalam rangkaian perayaan Tri Suci Waisak 2025/2569 Buddhis Era (BE) yang dipusatkan di Candi Borobudur pada Senin 12 Mei 2025. (katafoto/Dhoni Setiawan)
Umat Budha menanti irin-iringan Biksu Thudong yang akan menjalani ritual Pindapata atau mengumpulkan sumbangan dari umat di kawasan Pecinan kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (10/5/2025). Prosesi Pindapata dilaksanakan dalam rangkaian perayaan Tri Suci Waisak 2025/2569 Buddhis Era (BE) yang dipusatkan di Candi Borobudur pada Senin 12 Mei 2025. (katafoto/Dhoni Setiawan)
Biksu Thudong menjalani ritual Pindapata atau mengumpulkan sumbangan dari umat di kawasan Pecinan kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (10/5/2025). Prosesi Pindapata dilaksanakan dalam rangkaian perayaan Tri Suci Waisak 2025/2569 Buddhis Era (BE) yang dipusatkan di Candi Borobudur pada Senin 12 Mei 2025. (katafoto/Dhoni Setiawan)
Biksu Thudong menjalani ritual Pindapata atau mengumpulkan sumbangan dari umat di kawasan Pecinan kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (10/5/2025). Prosesi Pindapata dilaksanakan dalam rangkaian perayaan Tri Suci Waisak 2025/2569 Buddhis Era (BE) yang dipusatkan di Candi Borobudur pada Senin 12 Mei 2025. (katafoto/Dhoni Setiawan)
Biksu Thudong menjalani ritual Pindapata atau mengumpulkan sumbangan dari umat di kawasan Pecinan kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (10/5/2025). Prosesi Pindapata dilaksanakan dalam rangkaian perayaan Tri Suci Waisak 2025/2569 Buddhis Era (BE) yang dipusatkan di Candi Borobudur pada Senin 12 Mei 2025. (katafoto/Dhoni Setiawan)
Biksu Thudong menjalani ritual Pindapata atau mengumpulkan sumbangan dari umat di kawasan Pecinan kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (10/5/2025). Prosesi Pindapata dilaksanakan dalam rangkaian perayaan Tri Suci Waisak 2025/2569 Buddhis Era (BE) yang dipusatkan di Candi Borobudur pada Senin 12 Mei 2025. (katafoto/Dhoni Setiawan)
Biksu Thudong menjalani ritual Pindapata atau mengumpulkan sumbangan dari umat di kawasan Pecinan kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (10/5/2025). Prosesi Pindapata dilaksanakan dalam rangkaian perayaan Tri Suci Waisak 2025/2569 Buddhis Era (BE) yang dipusatkan di Candi Borobudur pada Senin 12 Mei 2025. (katafoto/Dhoni Setiawan)
Menjelang Hari Raya Waisak, umat Buddha di berbagai daerah menggelar sejumlah prosesi suci. Salah satu tradisi yang paling menonjol adalah pindapata, sebuah praktik spiritual yang mengandung makna mendalam meski tampak sederhana dari luar.
Pindapata merupakan ritual pemberian sedekah dari umat Buddha kepada para biksu. Dalam prosesi ini, umat secara sukarela memberikan berbagai bentuk persembahan, seperti makanan, minuman, dan kebutuhan sehari-hari lainnya—termasuk perlengkapan mandi dan obat-obatan. Bagi umat Buddha, tindakan memberi ini bukan hanya sekadar amal, melainkan sebuah penghormatan kepada para biksu yang telah membimbing mereka dalam jalan Dharma.
Para biksu dalam ajaran Buddha memiliki peran sebagai guru spiritual, pembimbing moral, dan pelayan umat dalam hal kebijaksanaan. Melalui laku hidup sederhana dan disiplin spiritual, mereka menjadi contoh teladan dalam praktik ajaran Buddha. Oleh karena itu, tradisi pindapata juga menjadi bentuk rasa syukur dan penghormatan umat kepada para guru yang telah menunjukkan jalan pencerahan, baik melalui ucapan, tindakan, maupun perilaku sehari-hari.
Pada tahun ini, prosesi pindapata menjadi bagian dari rangkaian Tri Suci Waisak 2569 BE / 2025 M, yang dipusatkan di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada Senin, 12 Mei 2025. Ribuan umat dan biksu dari berbagai negara turut hadir dalam suasana khidmat dan penuh makna. Candi Borobudur sendiri, sebagai situs warisan budaya dunia dan simbol spiritual umat Buddha di Indonesia, kembali menjadi saksi perayaan suci ini.
Pindapata bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang menumbuhkan welas asih, melatih kerendahan hati, dan mempererat hubungan spiritual antara umat dan biksu. Tradisi ini mengingatkan bahwa dalam praktik agama, kedermawanan dan penghormatan adalah bagian penting dari perjalanan menuju kebijaksanaan dan kedamaian batin.