Jakarta – Sidang permohonan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Notaris) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (12/8). Sidang lanjutan Perkara Nomor 14/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh 22 notaris menghadirkan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) dan sejumlah ahli.
Pemohon menghadirkan Aris Sudiyanto yang merupakan Dokter Spesialis Psikiatri menjelaskan untuk dapat produktif, notaris lebih dituntut kemampuan mental-emosional dan spiritual daripada fisik dan psikomotor.
“Kesehatan mental dan spiritual, antara lain daya ingat, ketelitian, kemampuan pemahaman, kepedulian dan kebijakan. Kemampuan dan produktivitas kerja dapat sering meningkat seiring berjalannya waktu karena pengalaman dalam penatalaksanaan kasus kenotariatan,” ungkap Arief dikutip dari keterangan resmi MK.

Usia 70 tahun sebagian besar notaris masih mampu/kompeten melakukan tugas dan fungsi profesinya karena semakin berpengalaman. Kecukupan tenaga notaris di sebagian besar daerah di Indonesia belum terpenuhi, jadi masuk akal apabila usia pensiun notaris diperpanjang sampai usia 70 tahun.
Aris menilai selama ini dapat berperan, berfungsi, dan mempunyai kinerja dan produktivitas kerja sebagai notaris dengan baik. Apabila dapat mempertahankan kesehatan fisik, mental, spiritual dan sosialnya, maka di usia 70 tahun, masih dapat menjalankan tugas dan fungsi jabatan notaris dengan baik sehingga dapat diperpanjang usia pensiunnya sampai umur 70 tahun. Ia menyarankan agar usia pensiun notaris di Indonesia dapat diperpanjang sampai umur 70 tahun dengan syarat mempunyai kesehatan fisik dan mental baik dibuktikan dengan surat keterangan dokter dan psikiater.
Sekretaris Umum PP-IPPAT Ashoya Ratam selaku Pihak Terkait menyebut tidak dapat memberikan pendapat atas permohonan Uji Materi atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
“PP-IPPAT atau PPAT tidak mempunyai hubungan hukum langsung dengan UUJN yang dimintakan dilakukan pengujian, PPAT yang merupakan anggota IPPAT mempunyai Peraturan Jabatan tersendiri, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Jabatan PPAT,” ungkap Ashoya Ratam
Maruarar Siahaan selaku Pakar Hukum Tata Negara mengatakan bahwa notaris sebagai pejabat umum diangkat dan disahkan dalam Keputusan TUN. Notaris tidak mendapat pendapatan dan penghasilan pensiun setelah berhenti, sementara Pegawai Negeri Sipil dan pejabat publik lain yang diangkat/dipilih terikat dalam hubungan hukum publik yang sama, namun berbeda dengan memikul kewajiban untuk memberi gaji dan hak pensiun kepada pejabat negara dan pegawai negeri atau pejabat lainnya, setelah diberhentikan.
“Pengaturan kedudukan notaris dan hak-haknya, dilihat dari konstitusi dengan moral Pancasila, tidak seluruhnya merupakan wilayah open legal policy, melainkan sebagian berada dalam constitutional boundary yang tunduk pada judicial review,” ujar Maruarar Siahaan.

Prinsip negara kesejahteraan yang berdasarkan Pancasila sebagai moral bangsa, memberi peluang bagi setiap orang untuk dilindungi, dihormati dan diwujudkan haknya untuk hidup dengan mempersamakan Notaris dengan Pejabat Umum lainnya yang tidak memperoleh gaji dari APBN secara setara—sebagai makna keadilan.
Pada kesempatan yang sama, Habib Adjie yang merupakan Ahli Hukum Kenotariatan menyampaikan notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya akan tetap berperan untuk membantu pemerintah, karena Notaris sebagai representasi negara/pemerintah, misalnya dalam bidang perpajakan atau PNBP, melakukan layanan di AHU Online, sehingga sampai batasan umur 70 tersebut notaris tetap membantu dan berkontribusi kepada pemerintah, terutama kepada PNBP Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.