Surabaya – Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat upaya pemberantasan praktik keuangan ilegal di Indonesia. Hingga 30 September 2025, tercatat sebanyak 1.840 entitas keuangan ilegal berhasil dihentikan operasinya. Dari jumlah tersebut, 1.556 merupakan pinjaman online (pinjol) ilegal, sementara 284 sisanya adalah investasi bodong.
Data ini bersumber dari Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Digital (PASTI) OJK, yang mencatat bahwa hingga akhir September 2025, jumlah aduan masyarakat mencapai 17.531 laporan. Dari total itu, 13.999 laporan berkaitan dengan pinjol ilegal, dan 3.532 laporan lainnya terkait investasi tanpa izin.
Kepala OJK Jawa Timur, Yunita Linda Sari, mengungkapkan bahwa berbagai modus keuangan ilegal masih marak, mulai dari investasi pertanian, usaha perjalanan (travel), hingga pinjol ilegal.
“Kerugian akibat praktik keuangan ilegal sejak 2017 hingga Agustus 2025 mencapai Rp142,13 triliun, dan hampir seluruh dana tersebut tidak dapat dikembalikan,” jelas Yunita dikutip dari laman berita satu.
Ia menambahkan, berdasarkan data Indonesia Anti-Scam Centre (IASC), terdapat 274.722 laporan penipuan keuangan, namun hanya 6,13% dana yang berhasil diblokir, karena sebagian besar laporan masuk setelah terlambat.
“Total kerugiannya sekitar Rp6,1 triliun, tapi dana yang bisa diblokir sangat kecil karena pelaporan biasanya sudah terjadi setelah kerugian besar terjadi,” tambahnya.
Di wilayah Jawa Timur, OJK mencatat 1.275 laporan keuangan ilegal hingga akhir September 2025. Dari angka tersebut, 1.036 laporan berasal dari kasus pinjol ilegal, sedangkan 239 laporan terkait investasi bodong.
Yunita juga menyoroti bahwa perempuan dan ibu rumah tangga menjadi kelompok paling rentan terjerat aktivitas keuangan ilegal.
“Lebih dari separuh pelapor di Jatim adalah perempuan, yakni sekitar 57%. Untuk kasus pinjol ilegal, kebanyakan berasal dari kalangan karyawan swasta dan ibu rumah tangga. Sedangkan pada investasi ilegal, pelapor terbanyak berasal dari kalangan ASN, guru, dan pelaku UMKM,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yunita mengungkapkan bahwa investasi berbasis trading forex dan aset kripto tanpa izin menjadi jenis penipuan yang paling banyak dilaporkan di Jawa Timur. Banyak masyarakat tergiur karena janji keuntungan cepat dan besar, padahal tidak memiliki izin resmi dari otoritas terkait.
“Masyarakat perlu lebih berhati-hati terhadap tawaran investasi yang menjanjikan hasil tinggi dalam waktu singkat. Pastikan izin dan legalitasnya di OJK sebelum menaruh dana,” tegas Yunita.

