Jakarta – Pemerintah terus mewujudkan Indonesia hijau dan berkelanjutan dengan mempercepat implementasi biodiesel B40, yakni campuran solar dengan 40% bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit pada tahun 2025. Rencana ini sejalan dengan data realisasi kinerja subsektor EBTKE tahun 2024 yang menunjukkan perkembangan positif.
Data terbaru menunjukkan pemanfaatan biodiesel pada kuartal kedua tahun 2024 mencapai realisasi sebesar 6,2 juta kiloliter, atau sekitar 54,2% dari target tahunan sebesar 11,3 juta kiloliter.
Selain memberikan kontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca, konsumsi biodiesel juga berdampak positif pada perekonomian dengan menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.
“Tahun ini sudah mulai masuk ke biodiesel B35. Insyaallah tahun depan B40 sudah bisa berjalan, sudah ada kesepakatan,” ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif di Jakarta, Jumat (02/08).

Dikutip dari keterangan tertulis ESDM, melalui program B40, pemerintah terus meningkatkan adopsi biodiesel berbasis kelapa sawit untuk berbagai jenis kendaraan. Setelah penggunaan B40 di industri mobil empat tahun lalu, ujicoba tahun 2024 ini akan berfokus pada alat pertanian (alsintan) dan industri perkeretapaian. Selanjutnya akan ada industri pertambangan dan alat berat, perkapalan dan pembangkit listrik, yang akan dimulai dalam waktu dekat di Balikpapan, Kalimantan Timur. Secara keseluruhan, diperkirakan diperlukan 16 juta kiloliter B40.
Sebelumnya, uji coba perdana penggunaan biodiesel B40 pada kereta api dilakukan di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta, pada Senin (22/7) lalu, dengan menggunakan kereta api Bogowonto relasi Yogyakarta – Pasar Senen. Tujuannya untuk menguji ketahanan genset KA Bogowonto selama 1.200 jam. Dengan waktu perkiraan satu kali pulang-pergi (PP) KA Bogowonto dari Lempuyangan ke Pasar Senen 22 jam, diperkirakan akan membutuhkan 50 kali PP, atau sekitar dua bulanan, untuk mencapai hasil tersebut.
“Kami berharap semua uji penggunaan bisa selesai Desember ini sehingga penggunaan B40 secara penuh bisa dilakukan tahun 2025,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dr. Ing. Eniya Listiani Dewi.
Pemerintah juga tengah mempersiapkan kebijakan pemanfaatan bioetanol sebagai campuran bahan bakar bensin. Bioetanol yang dihasilkan dari bahan baku seperti tebu dan singkong yang berpotensi besar mengurangi emisi karbon dan meningkatkan ketahanan energi nasional.
“Setelah B40, kemudian juga kita akan coba nanti bio-etanol,” tutup Arifin.
Menurut US Department of Energy, penggunaan bioetanol dapat menghasilkan penghematan bahan bakar yang bervariasi, bergantung pada perbedaan energi dalam campuran yang digunakan. Namun, dengan mengoptimalkan penggunaan campuran etanol yang lebih tinggi, penghematan bahan bakar kemungkinan akan meningkat karena peningkatan efisiensi mesin.
Etanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi daripada bensin sehingga dapat meningkatkan tenaga atau kinerja mesin. Contohnya, banyak pembalap menggunakan E98 sebagai bahan bakar untuk mobil balap karena kandungan oktannya yang tinggi.