Jakarta – Presiden Prabowo Subianto resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 yang mewajibkan eksportir sumber daya alam (SDA) untuk menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE SDA) di dalam negeri. Kebijakan ini bertujuan memperkuat ketahanan ekonomi nasional dan mulai berlaku pada 1 Maret 2025.
Melalui aturan ini, eksportir di sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan diwajibkan menempatkan 100 persen DHE SDA dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan di rekening khusus di bank nasional. Sementara itu, sektor minyak dan gas bumi tetap mengikuti ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2023.
Peningkatan Stabilitas DHE SDA
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa penempatan DHE SDA di perbankan nasional saat ini relatif stabil. Bahkan, jumlah yang ditempatkan telah melampaui batas minimum 30 persen yang sebelumnya ditetapkan.
“Posisi dari devisa hasil ekspor yang diletakkan di dalam perbankan kita itu relatif stabil. Kalau minimum tadinya 30 persen di dalam data, yang ada adalah bahkan mencapai 37 sampai 42 persen. Jadi ini menggambarkan mereka sudah melebihi dari yang 30 persen. Sekarang dengan 100 persen, terutama untuk yang SDA batubara, CPO, dan nikel adalah tiga komoditas yang paling besar peranannya di dalam menghasilkan ekspor dan devisa kita,” ujar Sri Mulyani di Jakarta, Senin (17/2).

Jaminan Kelancaran bagi Eksportir
Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan mengganggu aktivitas bisnis eksportir dan produsen. Untuk itu, Kementerian Keuangan akan berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Bank Indonesia guna memastikan kelancaran transaksi.
“Kami menjamin bahwa kebutuhan eksportir, seperti konversi ke rupiah, pembayaran dalam valuta asing untuk kewajiban pajak, dividen, pengadaan barang yang tidak tersedia di Indonesia, serta pembayaran utang eksportir, tetap berjalan tanpa hambatan,” jelasnya.
Menurutnya, tidak ada alasan bagi perusahaan mengalami disrupsi keuangan akibat kebijakan ini.
“Tidak ada alasan bahwa perusahaan kemudian karena adanya retensi 100 persen 12 bulan kemudian mengalami disrupsi dari sisi keuangan maupun kewajiban-kewajiban mereka,”tambahnya.
Kebijakan yang Diterapkan di Berbagai Negara
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa kebijakan penyimpanan devisa ekspor ini bukanlah hal baru, melainkan sudah diterapkan di berbagai negara.
“Langkah ini menjadi bagian dari upaya memperkuat ekonomi nasional dengan memastikan hasil dari bumi, air, dan sumber daya alam Indonesia benar-benar memberikan manfaat bagi perekonomian dalam negeri. Selain itu, sistem perbankan dan keuangan kita juga terus diperkuat agar dapat memberikan layanan terbaik bagi eksportir,” tutupnya.