Pekerja memetik tandan buah kelapa sawit, di perkebunan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII), Desa Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/6/2024). (katafoto/Frizal)
Pekerja memetik tandan buah kelapa sawit, di perkebunan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII), Desa Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/6/2024). (katafoto/Frizal)
Pekerja membawa tandan buah kelapa sawit, di perkebunan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII), Desa Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/6/2024). (katafoto/Frizal)
Pekerja membawa tandan buah kelapa sawit, di perkebunan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII), Desa Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/6/2024). (katafoto/Frizal)
Pekerja membawa tandan buah kelapa sawit, di perkebunan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII), Desa Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/6/2024). (katafoto/Frizal)
Pekerja mengumpulkan tandan buah kelapa sawit, di perkebunan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII), Desa Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/6/2024). (katafoto/Frizal)
Pekerja menunjukkan tandan buah kelapa sawit, di perkebunan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII), Desa Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/6/2024). (katafoto/Frizal)
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) optimis bahwa prospek kelapa sawit di tengah gelaran Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) 2024 masih cerah. Hingga kini, Indonesia masih menguasai 54 persen pasar global dengan nilai ekspor mencapai 28,45 miliar dolar AS pada tahun 2023.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan bahwa negara-negara besar seperti AS membutuhkan kelapa sawit, terutama di sektor industri. Gapki optimistis bisa mencapai target pemerintah untuk memproduksi 100 juta ton CPO per tahun pada tahun 2045 sesuai dengan program Sawit Emas 2045.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor minyak kelapa sawit (CPO) turun sebesar 27,11 persen, diikuti penurunan batu bara 16,85 persen secara tahunan (YoY) per Mei 2024. Penurunan itu disebabkan oleh kondisi permintaan CPO yang sempat menurun dimana stok minyak nabati lainnya masih melimpah sehingga harga minyak sawit Indonesia kurang kompetitif