Yogyakarta – Universitas Gadjah Mada (UGM) menyampaikan seruan moral di tengah meningkatnya eskalasi aksi massa di berbagai daerah. Pernyataan tersebut dibacakan langsung oleh Rektor UGM, Prof. Ova Emilia, di Balairung UGM, Minggu (31/8), sebagai wujud kepedulian sivitas akademika terhadap kondisi bangsa yang dinilai semakin memprihatinkan.
Dalam kesempatan itu, Ova mengungkapkan duka mendalam atas jatuhnya korban jiwa maupun luka-luka dalam gelombang demonstrasi beberapa hari terakhir. Ia menegaskan perlunya menghentikan segala bentuk kekerasan dan tindakan anarkis demi menjaga nilai kemanusiaan.
“UGM sepenuhnya mendukung gerakan damai dan nonkekerasan. Jalan damai membuka ruang dialog konstruktif, sementara kekerasan hanya memperpanjang luka sosial. Tuntutan masyarakat harus dijawab dengan kebijakan yang menyentuh langsung kepentingan rakyat, mulai dari penegakan hukum, pemulihan ekonomi, hingga peningkatan kesejahteraan,” tegasnya.
Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah dan DPR
Dalam seruannya, UGM juga meminta pemerintah dan DPR mengevaluasi, bahkan membatalkan kebijakan yang dianggap tidak adil, memperlebar kesenjangan sosial, dan mengancam demokrasi. Rektor menilai, keputusan yang hanya menguntungkan elit politik dan oligarki berpotensi merusak keberlanjutan kehidupan berbangsa.
“Pemerintah dan DPR harus segera membatalkan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dan berpotensi menggerus demokrasi,” ujarnya.
Kepada mahasiswa, khususnya UGM, Ova berpesan agar tetap aktif mengawal kondisi bangsa secara konstruktif. Ia mengingatkan bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan keadilan, tetapi tetap menjaga keselamatan diri.
“Mahasiswa UGM harus menunjukkan kepedulian terhadap bangsa dengan cara yang kritis namun tetap berhati-hati,” imbuhnya.
Seruan moral itu juga ditujukan bagi aparat hukum agar lebih responsif dan akuntabel. Menurutnya, langkah cepat, adil, dan manusiawi sangat penting untuk meredam konflik sosial sekaligus mencegah jatuhnya korban baru.
“Kami mengimbau aparat negara mendengarkan aspirasi rakyat secara saksama agar tidak ada lagi korban dan ketertiban masyarakat segera pulih,” tutur Ova.
Arie Sujito: Perubahan Hanya Bisa dengan Cara Damai
Usai pembacaan seruan, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni, Dr. Arie Sujito, menegaskan bahwa perubahan tidak bisa ditempuh lewat kekerasan. Menurutnya, langkah represif justru memperburuk ketegangan dan memperlebar jurang ketidakpercayaan.
“Demonstrasi besar jangan terjebak dalam kekerasan, karena itu hanya akan melahirkan korban dan merugikan rakyat. Pemerintah harus hadir dengan solusi nyata, bukan sekadar retorika,” ujarnya.
Arie menilai meningkatnya eskalasi massa dipicu akumulasi masalah struktural, mulai dari beban ekonomi, pengangguran, hingga kebijakan anggaran yang kontroversial. Ia menegaskan, suara kritis masyarakat harus dianggap sebagai masukan, bukan ancaman.
“Mari hentikan kekerasan, tapi sikap kritis dan aksi damai tetap perlu disuarakan agar pemerintah segera melakukan perbaikan,” pungkasnya.